Kamis, 12 November 2015

Shinobi Dengan Mimpi [ Mugen Tsujuyomi ] Teraneh

Hai, minna san ^-^
sudah lama sepertinya saya gk post..
kali ini saya akan mebahas tentang shinobi yang mengalami mimpi teraneh saat dalam pengaruh Mugen Tsukuyomi... kira - kira menurut kalian sendiri siapa yang mengalami mimpi teraneh ? Aburame Shino ? Inuzuka Kiba ? :v Mungkin pendapat kalian ada benarnya juga.. tapi mungkin saya sendiri tidak akan memilih mereka. mengapa ? karena mimpi itu mungkin masih bisa diwujudkan walaupun di mimpi Kiba menjadi Hokage mungkin peluangnya sangatlah kecil :v *kasihan Kiba ya :v
Nah, setelah kalian pikir kembali.. kira - kira, siapa ?

Yap, Sang Godaime Kazekage.. Sabaku no Gaara
Mengapa Gaara ? apa yang aneh dari mimpinya ? mungkin memang mimpi Gaara berkumpul dengan keluarga besarnya bukanlah angan - angan karena ada jutsu Edo Tensei dan Rinne Tensei ,bukan ? tapi sadarkah kalian kalau ada Naruto disitu ? O.o
Ya, Naruto disitu masih kecil dan sedang bermain di desa Sunagakure... apa yang membuat aneh disini ?

Perjalanan Sunagakure - Konohagakure adalah 3 Hari.. Itu saja untuk ukuran Chuunin sampai Jounin. Apalagi Naruto yang masih kecil ? Waksss.. mungkin Narutonya diantar pake Hiraishin sama Minato kali, ya :v

Mungkin ada yg lain yang sama anehnya dengan mimpi Gaara bertemu Naruto.. contohnya mimpi Tenten yang melihat Rock Lee dan gurunya Maito Gai terlihat normal.. atau mimpi Rock Lee yang berhasil memenangkan hati Sakura sekaligus mengalahkan Neji dan Naruto.. tapi mungkin dengan tekad yang kuat Rock Lee dapat berhasil menang ,kan ? :v menang pake Hachimon Gerbang Ke 8 sih iya :v

Yap, itulah sedikit ulasan menghibur dari kami..jangan lupa kunjungi blog kami lain kali ,ya ^-^/ .." SEE YOU AGAIN "

Senin, 02 November 2015

Naskah Drama Aladin & Lampu Ajaib

Tugas Bahasa Indonesia
SMPN 1 Jember

Kelompok : [ 01 ]
Ahmad Ananta / 01
Fina Firdiyanti / 13
Luqman Akhita / 19
Maulana Hibban / 20
Ratih Heri / 30
Titania Elsa / 34










A. Naskah Drama Dongeng “ Aladin & Lampu Ajaib “

Dahulu kala, di sebuah kota yang berada di negara Persia, tinggal seorang anak laki – laki yang bernama Aladin dan ibunya yang bernama Merita. Mereka berdua hidup dalam kesederhanaan. Hingga pada suatu hari datanglah seorang pria dewasa menghampiri Aladin yang sedang bermain di halaman rumahnya seorang diri. Pria dewasa itu diketahui bernama Ja’far.
Ja’far : “ Permisi. “
Aladin : “ Ya, ada perlu apa anda kemari ? “
Ja’far : “ Perkenalkan, nama saya Ja’far. Saya adalah saudara dari almarhum ayahmu. Saya datang kemari untuk bertemu ibumu. “
Aladin : “ Oh, paman ya ? mari, saya antarkan ke ibu. “
Ia tak habis pikir kalau ia masih mempunyai saudara. Dengan perasaan bahagia, Aladin kemudian mengajak Ja’far menuju rumahnya.
Aladin : [ Sambil mengetuk pintu 3x ] “ Ibu.... Ibu..! ”
Merita : [ Membuka pintu ] “ Ya, ada apa  ,nak ? “
Aladin : “ Ibu, ini paman datang untuk bertemu dengan ibu. “
Merita : “ Paman ? “
Ja’far : “ Perkenalkan, nama saya Ja’far. Saya adalah saudara dari almarhum bapak Aladin. Saya kemari untuk bertemu dengan anda. “
Merita : “ Ya, salam kenal. Tapi, kenapa saya tidak pernah bertemu dengan anda sebelumnya ? “
Ja’far : “ Saya sudah lama merantau ke luar kota. “
Merita : “ Kalau begitu, mari silahkan masuk ! “
Merita : “ Aladin, kau main diluar saja ya. Ibu akan bicara dengan paman sebentar. “
Aladin : “ Baik, bu “
Merita dan Ja’far kemudian masuk ke dalam rumah. Mereka sedang duduk di ruang tamu sederhana. Dihadapan Ja’far juga tersedia secangkir air putih yang telah Merita siapkan.
Ja’far : “ Sunggu malang nasibmu. “
Merita : “ Ya, beginilah hidup kami. Kami hanya hidup dalam keederhanaan. Mari, silahkan diminum ! “
Ja’far kemudian meminum air yang tersedia di depannya.
Merita : “ Jadi, ada perlu apa anda datang kemari ? “
Ja’far : “  Begini, saya datang kemari ingin mengajak anakmu Aladin pergi ke luar kota. “
Merita : “ Untuk apa kau membawanya kesana ? “
Ja’far : “ Selama di luar kota, aku yang akan menafkahinya. Tenang saja, aku akan menjamin keselamatannya. Aku kan pamannya. “
Merita : “ Berapa lama kira – kira kau akan membawanya ? “
Ja’far : “ Kira – kira 2 sampai 5 bulan. “
Merita : “ Baiklah, kalau begitu aku akan mempercayakan Aladin bersamamu. Aku akan memanggilnya sekarang. “
Merita kemudian beranjak dari kursinya, selanjutnya ia berjalan ke depan.
Merita : “ Aladiiiinn... “
Aladin : “ Ya, ada apa ,bu ? “
Merita : “ Mari sini,nak. Ada yang ingin ibu bicarakan kepadamu. “
Aladin : “ Baik,bu “
Aladin kemudian berlari dan meninggalkan beberapa mainan yang ia peroleh dari tempat sampah di luar.
Aladin : “ Ada apa ibu memanggilku ? “
Merita : “ Begini ,nak. Paman Ja’far akan mengajakmu pergi ke luar kota. Bagaimana ? kau mau ? “
Aladin : “ Baiklah, bu. “
Merita kemudian kembali menghampiri Ja’far yang sedang minum di ruang tamu. Kali ini, Aladin juga ikut duduk dan berbincang diantara mereka.
Ja’far : [ Menaruh cangkir yang sudah kosong di meja ] “ Jadi, bagaimana ? “
Merita : “ Anakku akan ikut bersamamu. Dia siap berangkat kapan saja. “
Ja’far : “ Baiklah, kalau begitu kita akan berangkat sekarang. “
Ja’far kemudian beranjak dari kursi dan pergi ke luar. Ia bersiap untuk perjalanannya.
Merita : “ Aladin, kamu sudah ditunggu pamanmu. Sana, pergi. “
Tanpa membalas ucapan ibunya, Aladin berjalan menghampiri ibunya untuk bersalaman. Ia kemudian lanjut berjalan menghampiri pamannya diikuti Ibunya dibelakang.
Ja’far dan Aladin kemudian segera berangkat. Sebelum itu, Aladin dibekali oleh sekantung apel yang ditaruhnya di celana bagian kiri.
Merita : “ Hati – hati Aladin... ! “
Aladin : [ Sambil menolehkan kepala ] “ Baik ,bu ! “
Ja’far dan Aladin berjalan dan terus berjalan, jalan yang ditempuh sangat jauh dan melelahkan. Sehingga ditengah hutan, Aladin mengeluh kecapaian.
Aladin : “ Huuuh.. paman, beristirahatlah sebentar. Aku sedang kelelahan. “
Ja’far : “ Dasar kau ini ! perjalanan masih jauh. Masa segini saja kau sudah kelelahan ?! Baiklah, kalau begitu carilah kayu bakar. Jika tidak, aku akan segera membunuhmu ! “
Aladin : “ B..b..baiklah ,paman. “
Dengan perasaan terpaksa Aladin kemudian berlari mencari kayu bakar.
Aladin : “ Masa sih dia pamanku ? kalau memang dia pamanku, dia pasti tidak akan membunuhku nanti. Baiklah, kalau begitu aku punya rencana. “
Aladin kemudian memulai mencari kayu bakar. Beberapa menit berlalu, ia datang dari arah belakang pamannya berdiri. Melihat ada yang aneh, Aladin kemudian bersembunyi di balik pohon dan melihat yang sedang pamannya lakukan.
Ja’far : [ Sambil mengayunkan tongkat sihirnya ] “ Bimsalabim.. “
SFX : “ Kraaaakkkk... “
Terlihat tanah di hadapan Ja’far berlubang menjadi seperti gua. Aladin terkejut. Ia kemudian melangkah perlahan dan menaruh kayu bakarnya di depan pohon itu sementara Aladin memutar dan menghampiri pamannya dari arah yang berbeda.
Ja’far yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, terkejut dan marah melihat Aladin tidak membawa apa – apa di tangannya.
Ja’far : “ Kemana saja kau ? dan dimana kayu bakarnya ? “
Aladin : “ I..itu di... “
Ja’far : “ Halaah, aku tidak percaya.. sekarang aku akan membunuhmu ! “
Ja’far marah dan kemudian mengambil pisau yang ia munculkan tadi lewat tongkat sihirnya. Tak sempat ia menghunuskan pisaunya ke arah Aladin. Ja’far kemudian mendengar ada suara monyet dan kayu yang berguling dan bertabrakan satu sama lain.
Ja’far : [ Menoleh kebelakang ] “ Apa itu ? “
Aladin : “ Monyet ? “
Monyet itu terlihat meloncat – loncat dan beberapa kali menggulingkan beberapa kayu ke arah Ja’far dan Aladin. Tak lama kemudian, monyet itu berhenti meloncat dan mengambil sebatang kayu bakar dan membawanya lari.
Ja’far : “ Dia kabur, cepat kejar dia Aladin ! “
Aladin : “ t..ta...tapi ? “
Ja’far : “ Tidak ada tapi tapian, cepat kejar monyet itu dan bawa kembali kayu bakarnya atau aku akan membunuhmu ! “
Aladin kemudian berlari untuk mengejar monyet itu. Beberapa menit kemudian, monyet itu kemudian naik ke atas pohon sementara Aladin menghentikan langkahnya. Ia tampak kelelahan, dengan perlahan ia kemudian mengatur napasnya.
Aladin : “ Hei monyet, cepat kembalikan kayu bakar itu ! “
Monyet itu tak membalasnya. Namun, sebuah ide tak sengaja lewat dipikirannya. Aladin kemudian mengambil sekantung apel dan mengarahkan tangannya yang terdapat sebuah apel ke arah monyet itu.
Aladin : “ Kau lapar ,kan ? “
Aladin : “ Ya sudah kalau tidak mau, biar aku makan sendiri. “
Aladin kemudian berniat ingin memakan buah tersebut, namun ia menghentikannya ketika melihat kayu bakar itu jatuh di hadapannya. Monyet itu kemudian turun dan menghampiri Aladin.
Aladin : “ Kau mau ini ? “
Monyet itu mengangguk dan kemudian Aladin melemparkan apel itu jauh ke semak semak. Kini, Aladin sudah dapat kembali dengan tenang.
Di tengah perjalanannya kembali untuk memberikan kayu bakar, monyet itu kembali menghampiri Aladin.
Aladin : “ Ada apa ? kau masih lapar ya ? ya sudah, ini ! “
Aladin kembali melempar buah apel tersebut, namun kali ini ia melemparkannya lebih jauh dengan tujuan monyet itu tidak akan kembali padanya.
Sesampainya di tempat Ja’far, Aladin kemudian menyerahkan kayu bakar itu ke tumpukan kayu bakar yang sudah tertata rapi.
Ja’far : “ Bagus, kali ini aku ada pekerjaan bagus untukmu. “
Aladin : “ Pekerjaan apa ? “
Ja’far : “ Kau harus turun ke gua itu dan mengambilkan aku lampu antik yang ada di dalamnya. “
Aladin : “ Tidak, aku takut turun ke sana. “
Ja’far kemudian mengeluarkan cincin ajaib dan memberikannya kepada Aladin.
Ja’far : “ Ini cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu “
Aladin kemudian berjalan turun dan setelah ia berhasil ia melihat ke atas. Ternyata pintu gua sudah tertutup sebagian. Aladin menyadari niat buruk Ja’far dan tidak mau terkecoh tipuannya.
Ja’far : “ Cepat berikan lampu itu ! “
Aladin : “ Tidak, aku tidak akan memberikannya sebelum aku berhasil keluar dari tempat ini. “
Ja’far : “ Cepat berikan ! “
Aladin : “ Tidak ! “
Dengan kesalnya, Ja’far kemudian mengayunkan tongkat sihirnya dan kemudian pintu gua tertutup sempurna. Di dalam gua cukup gelap, hanya tersisa cahaya hasil kilauan emas dan permata yang ada di dalam gua. Aladin sendirian dan merasa kelaparan, namun hanya tersisa satu buah apel yang tidak lebih hanya sebuah camilan untuknya. Karena tidak ada pilihan lagi, Aladin memakan sisa buah tersebut. Setelah memakannya, Aladin tidak merasa kenyang. Ia kembali duduk termenung memikirkan perutnya yang kelaparan dan ibunya yang sekarang mungkin mengkhawatirkan dirinya.
Aladin : “ Aku lapar, aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku ! “
Sementara Aladin yang duduk termenung di dalam gua, terlihat monyet yang tadi mencuri kayu bakar muncul dari semak – semak di dekat gua. Monyet itu mencari – cari Aladin namun tak jua ketemu. Kemudian monyet itu menemukan sebuah gua yang pintunya sudah tertutup rapat. Monyet itu kemudian menghampiri pintu gua dan mencoba untuk membukanya dengan sekuat tenaga.
Aladin duduk termenung, di tangannya sekarang hanya tersisa sebuah lampu antik yang sudah usang. Melihat lampu itu yang sudah usang tertutupi debu, Aladin kemudian menggosok – gosokkan tangannya ke arah lampu itu. Tiba – tiba, di sekeliing Aladin menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu, muncul seorang jin dari lampu itu.
Jin Lampu : “ Maafkan saya karena telah mengagetkan tuan, saya adalah jin lampu. Silahkan sebutkan permintaan tuan. “
Aladin : “ Hmm... kalau begitu tolong, bukakanlah pintu gua itu. “
Jin Lampu : “ Baiklah, Evanesco ! “
Jin itu kemudian menghilangkan pintu gua, monyet yang memanjat pintu gua sontak terjatuh karena pintunya telah hilang. Monyet itu terjatuh berguling melewati tangga dan berhenti tepat dihadapan Aladin dan Jin Lampu.
Aladin : “ Kau lagi ya ? huuh, ya sudahlah.. mari, ikut aku. “
Aladin kemudian menggendong monyet itu di pundak Aladin.
Jin Lampu : “ Selanjutnya, apa yang tuan ingin lakukan ? “
Aladin : “ Sekarang, bawa aku pulang. “
Jin Lampu : “ Baiklah, Tapiz Volar ! “
Seketika muncullah sebuah permadani yang melayang dihadapan Aladin.
Aladin : “ Permadani ? Bukannya aku memintamu untuk membawaku pulang ? “
Jin Lampu : “ Silahkan tuan menaiki permadani terbang ini. “
Aladin : “ Permadani terbang katamu ? “
Jin Lampu : “ Ya, permadani ini dapat membawa tuan terbang kemana saja. Saat menaikinya dan katakan terbang ! maka permadani itu akan terbang kemana tujuan tuan. “
Aladin dengan monyet di pundaknya kemudian menaiki permadani itu, tak lupa ia membawa beberapa permata dan emas untuk ia bawa pulang nantinya. Sementara itu, Jin Lampu kembali masuk kedalam Lampu Antik itu.
Aladin : “ Ayo, kita pulang kerumah ! “
Permadani kemudian terbang kembali ke rumah Aladin. Beberapa saat kemudian, Aladin telah sampai di depan rumahnya. Permadani menghilang sementara Aladin mengetuk pintu rumahnya 3x.
Aladin : “ Ibu.. “
Merita : [ Membuka pintu ] “ Siapa ya ? Eh, Aladin ? Kenapa kau pulang cepat,nak ? baru beberapa jam kau pergi dan siapa monyet dipundakmu itu ? “
Aladin : “ Ceritanya panjang ,bu. Mari, kita bicarakan ini didalam. “
Aladin dan Merita kemudian berjalan menuju ke dalam rumah. Mereka sedang duduk di kursi ruang tamu. Namun kali ini, monyet itu tidak berada di pundak Aladin.
Merita : “ Jadi, apa yang terjadi anakku ? “
Aladin : “ Begini ,bu. Saat aku berada dalam perjalanan, paman menyuruhku untuk mencari kayu bakar dan saat aku kembali aku melihat paman Ja’far membuat sebuah gua dengan tongkat sihirnya. “
Merita : “ Tongkat sihir ? “
Aladin : “ Ya, bu. Setelah itu, aku bertemu monyet itu dan paman menyuruhku masuk ke dalam gua itu untuk mengambilkannya sebuah lampu antik ini. “
Aladin kemudian menaruh lampu yang ia ambil di meja. Kemudian ibunya mengambil lampu itu.
Aladin : “ Di gua itu, ternyata banyak terdapat emas dan permata didalamnya. “
Merita : “ Kenapa dia menginginkan sekali lampu ini ? “
Merita yang heran melihat – lihat lampu itu, di gosoknya kemudian lampu itu dengan tangannya dan kemudian muncullah jin lampu yang muncul di tengah – tengah ruang tamu sederhana.
Jin Lampu : “ Maafkan saya karena telah mengagetkan nyonya, sebutkan permintaan nyonya. “
Merita : “ Si..si..siapa dia Aladin ? “
Aladin : “ Dia adalah jin lampu yang muncul karena ibu menggosokkan tangan ibu pada lampu antik itu. Sekarang, ibu hanya perlu menyebutkan permintaan ibu dan kemudian jin itu akan segera mengabulkannya. “
Jin Lampu : “ Tenang nyonya, aku tidak akan berbuat jahat pada nyonya. “
Merita : “ Jika demikian, sekarang tolong berikan kami makanan “
Aladin : “ Jangan lupa, sediakan juga makanan khusus monyet “
Jin Lampu : “ Baiklah, accio ! “
Tiba – tiba dihadaan mereka tersedia makanan yang sangat banyak dan juga terdapat beberapa porsi makanan untuk monyet.
Merita : “ Sebanyak ini ? “
Jin Lampu : “ Ya, silahkan nyonya nikmati saja. Aku akan beristirahat “
Tiba – tiba Jin Lampu itu kembali masuk kedalam lampu sementara Aladin, Abu [ Nama Monyet Aladin ], dan Ibunya Merita makan – makanan yang sudah tersedia.
Demikian, hari demi hari, bulan demi bulan, serta tahun demi tahun mereka lalui bersama – sama. Dengan hanya bermodalkan beberapa permata dan emas Aladin dan Ibunya hidup bahagia dan sekarang mereka membangun toko di depan rumahnya. Aladin yang sudah beranjak menjadi pemuda suatu hari melihat rombongan kerajaan lewat didepan tokonya. Rombongan kerajaan itu membawa puteri Jasmine yang merupakan puteri semata wayang dari Raja Baghdag. Aladin yang melihatnya sangat terpeseona dengan kecantikan puteri Jasmine saat pertama kali melihatnya.
Aladin : “ Ibu, bisakah aku memperistri puteri Jasmine ? bisakah ? “
Merita : “ Tenanglah ,nak. Ibu akan berusaha untukmu “
Keesokan harinya, ibu Aladin pergi ke Istana Raja Baghdag. Ia membawa permata – permata milik Aladin.
Merita : “ Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda Raja dari anak laki – lakiku Aladin. Semoga Baginda senang dengan pemberian anakku ini. “
Baginda Raja : “ Wah, anakmu pasti seorang pangeran tampan. Besok, aku dan puteriku akan datang keistana kalian.
Merita : “ Baik Baginda, hamba mohon pamit ! “
Setelah tiba dirumah, Ibu Aladin mengambil dan kemudian menggosokkan tangannya ke lampu antik itu.
Jin Lampu : “ Sebutkan permintaan nyonya ! “
Merita : “ Aku ingin kau membuatkan Aladin sebuah istana lengkap dengan perlengkapan penjagaan dan pelayan. “
Jin Lampu : “ Baiklah, kalau begitu aku akan membuatkannya di atas bukit ‘Adwa’ Alqasr. Disanalah aku akan membuat istana itu. Silahkan datang kesana tepat pada pukul 7 Malam. “
Mendengar perintah jin lampu, Merita kemudian mengajak puteranya untuk pergi ke bukit ‘Adwa’ Alqasr pada pukul 7. Setibanya disana, Merita dan Aladin terkejut melihat istana megah yang berada tepat di hadapan mereka. Para pengawal menyambut Aladin dengan hormat.
Keesokan harinya, Raja Baghdag datang bersama puterinya ke istana Aladin. Mereka duduk di ruang tamu yang megah. Raja Baghdag, Merita, dan Aladin sedang duduk bertiga disana. Sementara puteri Jasmine sedang bermain bersama Abu di taman istana.
Raja Baghdag : “ Jadi, maukah pangeran Aladin menjadikan anakku sebagai isterimu ? “
Merita : “ Bagiamana anakku ? “
Aladin : “ Dengan senang hati, saya menerima permintaan baginda “
Dengan pernikahan mereka, hidup Aladin serasa lebih bahagia.
Suatu ketika pada saat Aladin dan Ibunya sedang bekerja, puteri Jasmine sedang sendirian di istana. Mengetahui bahwa ada kesempatan, Ja’far yang melihat semuanya dari bola kristal itu kemudian menyamar menjadi nenek – nenek tua penjual lampu. Ia kemudian menghampiri puteri Jasmine yang sedang sendirian di dalam istana. Ja’far yang menyamar kemudian berteriak – teriak dari luar istana.
Ja’far [ Menyamar menjadi nenek – nenek ] : “ Tukarkan lampu anda dengan lampu baru ! “
Begitu seterusnya hingga puteri Jasmine melihat lampu milik Aladin yang usang. Ia segera mengambil dan kemudian membawanya ke penjual lampu itu. Ia menukarkan lampu milik Aladin dengan lampu baru yang lebih bagus.
Sesaat setelah ia berhasil mendapatkan lampu itu, Ja’far pergi menjauh. Di tempat yang aman. Disana ia menggosokkan lampu itu dan muncullah jin.
Jin Lampu : “ Saya adalah jin penunggu lampu ajaib itu, sekarang semua permintaan tuan akan saya turuti. “
Ja’far : “ Baguslah, sekarang aku memintamu untuk membawakan istana Aladin beserta isinya ke suatu tempat. “
Jin Lampu : “ Baiklah, akan kubawakan sekarang juga. “
Ja’far tampak senang karena berhasil mengalahkan Aladin, tak sengaja seorang pedagang lewat di samping Ja’far yang tadinya sedang berbicara dengan Jin Lampu. Ia terkejut ketika mendengar semuanya dan segera berlari menuju pemukiman.
Selepas pulang bekerja, Aladin yang melihat istananya hilang entah kemana segera berlari dan menanyakannya pada para pedagang.
Aladin : “ Permisi tuan – tuan, apakah diantara kalian disini ada yang melihat istanaku menghilang ? “
Pedagang 1 : “ Maaf, tuan. Hamba tidak tahu menahu soal itu. “
Pedagang 2 : “ Saya juga begitu, tuan. “
Tiba – tiba seorang pedagang lain muncul dan memberitahukan semuanya kepada Aladin.
Pedagang 3 : “ Ampun tuan, saya baru saja mendengarkan ada seorang lelaki berpakaian jubah merah hitam dengan tinggi badan sekitar 184 cm. “
Aladin : “ Jadi penyihir itu yang berada di balik semua ini ? Kalau begitu, dimana dia sekarang ? “
Pedagang 3 : “ Dia sekarang berada di lereng bukit ‘Adwa’Alqasr “
Aladin : “ Baiklah, permisi tuan – tuan dan terimakasih atas informasinya. “
Aladin kemudian mencari Ja’far di sekeliling lereng bukit. Akhirnya, ia menemukannya. Ia kemudian mengikuti Ja’far hingga ke istananya.
Sekarang Aladin bersembunyi sampai menunggu ada kesempatan baginya. Disaat Ja’far sedang tertidur pulas karena terlalu banyak makan. Aladin segera menemui puteri Jasmine yang dikurung dalam penjara.
Puteri Jasmine : “ Penyihir itu sedang tertidur sekarang, ambil segera lampu itu segera. “
Aladin : “ Baiklah, aku akan segera mengambilkannya. Bersabarlah disini sebentar. “
Aladin kemudian mengendap – endap untuk mengambil lampu itu dari tangan Ja’far. Aladin dengan perlahan mendapatkannya dan kemudian kembali berjalan ke arah penjara. Karena kurang  berhati – hati, Aladin terpeleset dan terjatuh setelah menginjak kulit pisang yang tergeletak di lantai istana. Aladin kemudian menjatuhkan lampu itu hingga suara jatuhnya lampu itu membangunkan Ja’far. Ja’far yang terbangun beranjak untuk mengambil kembali lampu tersebut.
Ja’far : “ Sayang ya, Aladin. Rencanamu kali ini telah gagal. “
Aladin : “ Jangan terlalu percaya diri, aku akan mengalahkanmu segera. “
Aladin kemudian berlari mengambil pedang yang berada di dinding istana.
Aladin : “ Bersiaplah untuk mati, dasar penyihir jahat ! “
Ja’far : “ Oh, jadi sekarang anak ingusan ini mau menantangku, ya ? aku akan meladenimu, bersiaplah ! “
Ja’far kemudian segera menggosokkan tangannya kepada lampu itu. Namun, tak sampai menggosokkannya, tiba – tiba Abu datang dan meloncat mengambil alih lampu itu dari tangan Ja’far.
Aladin : “ Kerja bagus, Abu ! “
Ja’far : “ Monyet sialan ! “
Abu kemudian memberikan lampu itu kepada Aladin.
Aladin : “ Sekarang, siapa yang ketakutan ? Kau atau aku ? “
Ja’far : “ M...m..maafkan aku Aladin, tolong.. jangan bunuh aku ! “
Aladin : “ Tindakanmu sudah melewati batas, aku akan segera membunuhmu ! “
Ketika Aladin ingin segera menghunuskan pedangnya ke arah Ja’far. Tiba – tiba ibu Aladin menghentikan peristiwa penghakiman tersebut.
Merita : “ Hentikan, anakku ! “
Aladin : “ Ada apa ,bu dan bagiaman ibu bisa sampai disini ? “
Merita : “ Ibu kesini menggunakan permadani terbang yang kau tinggalkan di toko. Maafkanlah dia ,nak . Tidak perlu sampai membunuhnya. “
Aladin : “ Mengapa ? Dia sudah melakuka kesalahan besar. Dia pantas dibunuh. “
Merita : “ Ibu mengerti, namun balas dendam bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. “
Aladin : “ Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang ? “
Merita : “Tak perlu bersusah payah untuk membalas dendam, cukup maafkan setiap kesalahan. Karena memaafkan adalah pembalasan yang terbaik. “
Aladin : “ Memaafkannya ? “
Merita : “ Benar, karena memaafkan adalah cara terbaik untuk saat ini. Sekarang, kau akan diasingkan ke daerah terpencil. Namun sebelum itu, kau akan dibiarkan bebas namun sebelum itu semua kekuatan sihirmu akan kami hilangkan untuk selama – lamanya. “
Aladin kemudian menggosok tangannya ke lampu tersebut dan kemudian muncullah jin lampu.
Jin Lampu : “ Maaf aku mengagetkan kalian, ucapkan permintaan kalian dan aku akan mengabulkannya ! “
Merita : “ Jin, tolong hilangkan semua kekuatan sihir pada orang ini dan kemudian asingkanlah dia di suatu tempat yang jauh dari sini “
Jin Lampu : “ Baiklah, permintaan nyonya akan segera saya laksanakan. Deletrius ! “
Jin Lampu kemudian mengucapkan mantera untuk menghilangkan semua kekuatan sihir milik Ja’far dan kemudian ia menghilangkan Ja’far dan ia diasingkan ke daerah terpencil di bagian Timur Persia.
Aladin : “ Jin, sekarang pindahkan kami dan istana ini kembali ke bukit ‘Adwa’ Alqasr “
Jin Lampu : “ Baik, tuan. “
Sementara Jin Lampu bekerja, Aladin pergi ke penjara bawah tanah dan kemudian menghampiri puteri Jasmine. Aladin kemudian membuka kunci penjara dan membebaskan puteri Jasmine.
Akhir kisah, Aladin, Jasmine, Merita, dan Abu hidup bahagia bersama. Mereka kemudian dikenal sebagai orang dermawan di daerahnya karena sering membantu orang – orang miskin dan kesusahan menggunakan harta kekayaan yang mereka punya.


B. Narasi Dongeng “ Aladin & Lampu Ajaib “

Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui Aladin sebagai keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar kota dengan seizin ibu Aladin untuk membantunya. Jalan yang ditempuh sangat jauh. Aladin mengeluh kecapaian kepada pamannya tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau tidak mau Aladin akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. “Kraak…” tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.
Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun! Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu”, seru si penyihir. “Tidak, aku takut turun ke sana”, jawab Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladin. “Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu”, kata si penyihir. Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah permata. Setelah buah permata dan lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat berikan lampunya !”, seru penyihir. “Tidak ! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar”, jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya “Brak!” pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. “Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku !”, ucap Aladin.
Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. “Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan”, saya adalah peri cincin kata raksasa itu. “Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah.” “Baik Tuan, naiklah kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini”, ujar peri cincin. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. “Kalau tuan memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan.”
Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. “Mengapa penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya ?”, kata Ibu sambil menggosok membersihkan lampu itu. “Syut !” Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa peri lampu. “Sebutkanlah perintah Nyonya”, kata si peri lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami hal seperti ini memberi perintah,”kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami”. Dalam waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang lezat-lezat kemudian menyuguhkannya. “Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saja saya dengan menggosok lampu itu”, kata si peri lampu.
Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. “Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya”. Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin. “Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku.” Raja amat senang. “Wah…, anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan membawa serta putriku”.
Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta peri lampu untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. “Tuan, ini Istananya”. Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. “Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu ?”, Tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.
Nun jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, “tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !”. Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan peri lampu memboyong istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.
Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu memanggil peri cincin dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. “Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya kepadaku”, seru Aladin. “Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar peri lampu,” ujar peri cincin. “Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong Antarkan kau kesana”, seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang Putri dikurung. “Penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan minum bir”, ujar sang Putri. “Baik, jangan kuatir aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang”, jawab Aladin.
Aladin mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu ajaib menyembul dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya. “Singkirkan penjahat ini”, seru Aladin kepada peri lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi peri lampu langsung membanting penyihir itu hingga tewas. “Terima kasih peri lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke Persia”. Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.
Sharingan 3 - Naruto